INDONESIA - Kepolisian RI membuka suara mengenai cara Amnesty International membawa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan ke Kongres Amerika Serikat.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra mengatakan dapat memandang dari sisi yuridis apakah perkara Novel udah tepat apa belum dibawa ke tingkat internasional.
"Kita dapat memandang dari segi yuridisnya seperti apa, dikarenakan kan berada di Indonesia, kemudian kapasitas atau bobot dari momen itu pasti dapat mempengaruhi," ujar Asep di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (26/7).
Asep mengatakan sampai kini pengusutan kasus Novel tetap dalam sistem penyelidikan yang dijalankan sejak April 2017. Beberapa cara udah dijalankan seperti perhatian dari pemerintah, pembentukan tim pencari fakta sampai pembentukan tim teknis.
Asep menilai langkah-langkah yang udah dijalankan itu memperlihatkan keseriusan Polri untuk mengutarakan kasus tersebut.
"Polri mengenai dengan apa yang menjadi sebuah wacana ini kita senantiasa konsentrasi kepada pengungkapan itu. Ada pendapat jika ini seolah-olah kasus 'kemauan', saya kira tidak, hasrat Polri untuk mengutarakan perkara itu benar-benar kuat," tuturnya.
Usai berakhirnya tim kombinasi pencari fakta sebagian waktu lantas dapat dilanjutkan oleh tim teknis. Tim tehnis pun baru dapat terasa bekerja terhadap Agustus mendatang.
Seperti oleh TPF, nantinya hasil dari pengusutan tim tehnis dapat diumumkan ke publik. Tim yang terdiri dari 50 sampai 70 orang itu dapat pun dapat dipimpin oleh Kabareskrim Mabes Polri Komjen Idham Azis.
Sebelumnya Amnesty International menyoroti kasus air keras Novel waktu mengemukakan pemaparan di Kongres AS, Kamis (25/7) malam.
Paparan disampaikan oleh Manajer Advokasi Asia Pasifik Amnesty International, Francisco Bencosme, dalam forum "Human Rights in Southeast Asia: A Regional Outlook" yang diselenggarakan di Subkomite Asia, Pasifik, dan Non-proliferasi Komite Hubungan Luar Negeri Dewan Perwakilan AS.
"Di Indonesia, kita mengampanyekan pertanggungjawaban atas serangan terhadap pembela hak asasi manusia, Novel Baswedan, seorang penyidik yang bekerja untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang wajahnya disiram dengan sebotol asam sulfat," ujar Bencosme.
Bencosme kemudian mengatakan bahwa waktu serangan itu terjadi, Novel sedang memimpin penyelidikan penyalahgunaan dana proyek kartu identitas.
Ia menggarisbawahi bahwa waktu diserang, Novel terhitung menjabat sebagai ketua serikat pekerja KPK, dan benar-benar vokal menentang upaya-upaya untuk melemahkan komisi anti-rasuah tersebut.
Menurut Bencosme, kasus ini tidak mampu dicermati sebagai kasus tunggal. Ia menyebut penyelidik anti-korupsi dari KPK dan aktivis serta pembela HAM di Indonesia sebenarnya sering menjadi sasaran ancaman dan kekerasan.
0 comments:
Post a Comment